Opini : Solo Semestinya Ramah Lansia

Tulisan ini dimuat di Harian Joglosemar, Jum'at (17/6)
Di kampung saya Gulon daerah Kecamatan Jebres, Kota Surakarta secara rutin sebulan sekali diadakan posyandu lansia. Acaranya beragam mulai dari pengobatan dan cek kesehatan gratis, sarapan soto bersama, penyuluhan kesehatan lansia dan kadang diselingi senam lansia. Tidak kurang dari 120 orang usia lanjut mengikuti agenda bulanan ini. Dan semua pembiayaan dari mulai obat-obatan, konsumsi,tenaga medis, kepanitiaan, dan lain-lainnya, semua swadaya warga. Pak RW selaku sesepuh kampung mampu mengkonsolisasikan berbagai potensi warganya sehingga bisa menyelenggarakan kegiatan ini secara rutin.

Yang menarik dari kegiatan ini adalah kehadiran lansia ke acara ini tidak semata-mata karena hendak berobat. Secara keluhan kesehatan, hampir semua mengeluhkan hal-hal yang mirip. Pegel linu, boyok keju, dan sejenisnya. Kehadiran mereka setelah saya dalami dan cermati dengan dialog, lebih pada upaya untuk melakukan sosialisasi dan hiburan. Sungguh mereka merasa sangat senang bertemu, ngobrol dengan sesama lansia sambil bercengkerama, sambil sarapan bersama, dan semua itu diladeni para muda yang penuh canda dan keakraban. Mereka merasakan eksistensinya masih di perhatikan dan di layani, dan itu sangat menyenangkan buat mereka yang sebagiannya sudah harus diantar jemput menuju lokasi acara karena sdh tidak mampu lagi berjalan meskipun hanya puluhan meter saja.
Pertanyaannya adalah, apakah fenomena seperti ini juga terjadi disemua kampung disolo ini? Atau hanya dikampung-kampung yang warganya peduli dengan lansia saja? Lantas ada berapa banyak kampung yang sudah terkoordinir melakukan kegiatan serupa ini? Yang sederhana sebenarnya secara konsep, tapi cukup signifikan dirasakan manfaatnya oleh para lansia. Pertanyaan selanjutnya, sudahkah pemerintah kota melakukan intervensi kebijakan yang pro lansia dan di lakukan secara massif ke seluruh kampung di semua kelurahan di kota Surakarta ini?
Publik hearing RPJMD 
Beberapa waktu yang lalu, bapeda mengundang masyarakat lintas segmen untuk dimintai masukan terkait konsep RPJMD yang sedang disusun oleh pemkot, dan saya berkesempatan hadir juga mewakili unsur pimpinan komisi 3 DPRD kota Surakarta. Ada banyak sekali masukan masyarakat. Yang menarik adalah, beberapa hadirin ternyata secara usia sudah termasuk lanjut, karena diatas 70 tahun. Dan ketika beliau-beliau ini menyampaikan usulan, setelah mencermati draft yang diberikan, mereka berkesimpulan Bahwa RPJMD belum mengakomodasi lansia sama sekali. Sehingga sangat perlu dimasukkan program yang menunjukkan pemkot solo tidak hanya mengusung sebagai kota layak anak saja, tetapi juga menjadi kota layak lansia.
Ada beberapa alasan mengapa Solo harus menjadi kota yang ramah lansia. Pertama, secara regulasi atau peraturan perundang-undangan, jelas sekali Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, mengamanahkan kepada pemerihtah untuk melakukan intervensi aktif guna mensejahterakan penduduk lansia. Seperti tertuang dalam pasal 7 yang berbunyi: pemerintah bertugas mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Kedua, secara jumlah, penduduk lansia di kota Solo ini tidak kurang dari 10 persen. Ini berdasar pada pengertian lansia menurut UU no 13/1998 yang menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun. Data statistik dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2013 misalnya, menunjukan jumlah lansia sebanyak 10,49 persen.
Ketiga, tidak semua lansia berada di lingkungan keluarga yang fungsi keluarganya berjalan sehat. Padahal ada hubungan positif yang sangat kuat antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia. Sebagaimana yang di utarakan Ekawati Sutikno (2011) dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia, yang menyebutkan:”hasil analisa regresi logistik ganda menemukan lansia yang berasal dari keluarga sehat memiliki kemungkinan untuk berkualitas hidup yang baik 25 kali lebih besar daripada lansia dengan fungsi keluarga yang tidak sehat”.

Keempat, kita semua jika diberikan umur panjang, pada akhirnya juga akan menjadi lansia. Artinya, kebijakan yang pro lansia sesungguhnya adalah kebijakan bukan untuk siapa-siapa,melainkan untuk kita juga nantinya. Bahkan disolo ini sudah ada komisi daerah (komda) lansia dimana bapak wakil walikota menjadi ketuanya. Maka sudah sewajarnya pemerintah kota memberikan perhatian lebih untuk mensejahterakan lansia.
Usia lanjut merupakan fase menurunnya kemampuan akal dan juga fisik. Fase ini bisa diminimalisir dampak negatifnya sejak dini melalui berbagai program atau aktifitas yang di inisiasi oleh pemerintah, masyarakat maupun para akademisi.
Kelima, karena solo dikenal sebagai pusat budaya jawa. Dalam konteks budaya jawa, sangat memberikan perhatian dari sisi penghormatan kepada yang lebih tua. Dalam urusan bahasa bicara misalnya, yang juda harus "ngajeni" dengan menggunakan krama inggil. Demikian juga dalam hal memberikan penghormatan dalam berbagai seegi kehidupan, lansia dalam tradisi jawa sangat dimuliakan. Maka pemkot Solo semestinya memberikan contoh baagi daerah lain dalam hal memuliakan lansia, dengan intervensi dalam aspek kesejahteraan mereka secara lebih paripurna.
ditulis oleh Sugeng Riyanto, S.S
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Wakil Ketua Komisi III DPRD Solo
Previous
Next Post »