Sstt...Unggah Capture Konten Hate Speech Bakal Kena Delik Hukum

PKS Kota Solo - Hati-hati bagi Anda yang suka membagikan konten bernada bullying (penindasan) menggunakan media internet, khususnya media sosial. Meski Anda bukan pembuat konten tersebut, Anda bisa dijerat dengan pasal tentang cyberbullying (penindasan melalui internet).
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Al Masyhari, dalam sosialisasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Restoran Boga-Bogi I, Solo, Senin (14/11). Namun, hate speech (ungkapan kebencian) atau semacam itu yang tersebar melalui grupmessenger seperti grup Whatsapp (WA) tak bisa digunakan sebagai dasar delik aduan. Pengadu baru bisa menjadikannya delik aduan jika konten itu disebarluaskan melalui media sosial seperti Facebook.
Ia menjelaskan, seandainya dalam sebuah grup WA terdapat konten bernada bullying pada salah satu tokoh. Kemudian ada satu anggota grup yang tidak sepakat dengan konten itu. Ia lalu meng-capture konten tersebut kemudian mengunggahnya ke FB dengan memberi penjelasan bahwa ada salah satu anggota di grup WA-nya yang menyebarkan konten itu. Kharis mengatakan, pengunggah itulah yang akan terkena pasal dalam UU ITE, bukan orang yang menyebarkan dalam grup WA.
“Konten di grup WA tak bisa diadukan. Kecuali ada yang meng-capture lalu upload ke media sosial. Maka orang yang mengunggah itulah yang justru jadi tersangka. Grup dianggap sepakat semua. Kalau tak setuju, tinggal left grup,” terangnya kepada wartawan.
Ia mengatakan DPR RI telah menyetujui revisi Undang-undang (UU) No. 11/2008 Tentang ITE dalam Sidang Paripurna yang digelar Kamis (27/10). Bagian paling krusial dalam revisi itu adalah pembahasan mengenai cyberbullying (penindasan melalui internet) dan hak untuk dilupakan atau the right to be forgotten.
 “UU ITE tidak bermaksud memasung kebebasan. Tapi kebebasan yang dimiliki jangan sampai digunakan menghina orang atau melanggar privasi orang,” ujar politikus PKS itu.
Ia berharap tak akan ada lagi penindasan secara massal oleh netizen kepada seseorang yang diduga melakukan kesalahan atau diisukan melakukan sesuatu yang tidak pas. UU tersebut efektif satu bulan setelah disepakati dalam sidang paripurna.
Sedangkan the right to be forgotten adalah hak agar konten negatif pada diri seseorang dihapus oleh penyelenggara sistem elektronik jika tuduhan yang ditujukan tidak terbukti secara hukum. Penghapusan itu juga melalui penetapan oleh pengadilan.
“Misalnya seseorang diberitakan korupsi tapi dalam pengadilan tak terbukti. Dengan UU ITE, yang merasa dirugikan bisa meminta penetapan pada pengadilan agar berita atau informasi yang ada di internet tentang kasus terkait dihapus. Provider harus menghapusnya,” terang anggota DPR asal Solo itu.
Selain itu, ada perubahan delik hukum dari delik umum ke delik aduan. Ada pula revisi hukuman maksimal bagi terpidana dari awalnya enam tahun menjadi empat tahun.
“Dendanya juga turun dari Rp1 miliar menjadi Rp750 juta,” kata dia.
Saat ditanya tentang oknum yang menyebarkan penindasan atau bullying menggunakan internet, Kharis mengatakan sebenarnya pengungkapan identitas pelaku sangat mudah dilakukan. Namun ia mengaku tak tahu mengapa kasus semacam itu jarang tertangani sampai tuntas. (AR)

Sumber : Solopos
Previous
Next Post »