[OPINI] MENYAMBUT KEMBALI KUMANDANGE PASAR KLEWER

PKS Kota Solo - Bulan April ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta akan meresmikan beroperasinya Pasar Kelwer. Setelah sekian lama para pedagang harus berjualan di Pasar darurat di Alun Alun Utara dengan segenap dinamika persoalan yang dihadapinya. Sebelum Klewer benar benar akan diresmilkan, paling tidak ada beberapa hal yang harus sangat diperhatikan oleh Pemkot, para pedagang dan kita semua agar setelah Klewer diresmikan, segala sesuatunya bisa berjalan dengan baik. Saya selaku Wakil Ketua Komisi III DPRD Solo yang salah satunya membidangi pasar tradisional sangat mewanti-wanti hal tersebut.
Pertama, Pemkot harus memastikan semua fasilitas yang ada di Pasar Klewer tidak bermasalah dan benar benar siap pakai. Ada banyak fasilitas penunjang yang diharapkan keberadaannya menjadikan pedagang dan pengunjung serta aktifitas jual beli dan transaksi menjadi semakin nyaman. Kalau klewer yang lama tidak difasilitasi lift, maka pasar klewer yang baru tersedia lift khusus untuk orang dan lift khusus untuk barang. Juga adanya tangga berjalan yang bisa memudahkan perpindahan dari dan antar lantai sehingga makin nyaman.
Disamping itu, fasilitas yang lain juga harus dipastikan siap. Listrik, air, mushola, ruang menyusui, kamar kecil, dan semua fasilitas pendukungnya harus dipastikan benar benar sudah siap.
Kedua, Pemkot harus memastikan semua pedagang siap. Komisi III DPRD Solo sangat mendukung saat Pemkot mewajibkan kepada semua pedagang yang nantinya akan menempati kios/los maupun dasaran untuk melengkapi syarat-syarat seperti memiliki NPWP, siap untuk E-retribusi serta pernjanjian untuk tidak menjual/ menyewakan kepada orang lain.
Para pedagang melalui paguyuban masing-masing juga harus berlomba untuk bersama-sama menjadikan Klewer sebagai sawah ladang yang menjanjikan buat mereka. Kesiapan dalam hal display produk yang rapi dan enak dipandang, pola pelayanan yang ramah kepada pembeli, kejujuran dan sikap menjadikan pembeli sebagai raja sangat dibutuhkan oleh pedagang. Mari jadikan peresmian klewer nantinya sebagai momentum awal untuk membudayakan jual beli yang ramah , grapyak dan mengesankan.

Tuno Satak Bathi Sanak
Prinsip orang orang tua kita juga mengajarkan “Tuno satak Bathi sanak”. Tidak masalah rugi sedikit atau keuntungan kecil tapi paseduluran dan jejaring konsumen makin terbentuk. Toh, saat diakumulasikan akan menjadi keuntungan yang besar juga.
Ketiga, Pemkot harus memastikan secara manajemen pengelolaan Klewer sudah sangat siap. Bahwa Klewer adalah ikon Kota Solo dan Klewer sebagai pasar sandang terbesar di Jawa Tengah merupakan suatu sistem yang butuh tata kelola yang matang. Secara tampilan fisik, pasar klewer sudah mendekati tampilan pasar modern. Jika pengelolaannya tidak mengikuti, maka akan menjadi percuma. Bagaimana agar semua pedagang di semua lantai bisa bersama-sama mendapatkan peluang rizki, Bagaimana sistem bongkar muat barang agar tidak menimbulkan kesemrawutan, Bagaimana agar pedagang tertib dalam membayar retribusi, Bagaimana agar keamanan dan kenyamanan bisa dirasakan, bagaimana agar kebersihan klewer tetap terjaga, Bagaimana agar semua pedagang ikut merasa memiliki dan menjaga kumandange pasar klewer. Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh Pemkot dengan menyuguhkan manajemen yang modern dan akuntabel.
Keempat, Pemkot harus memastikan sarana-sarana penunjang pasar kelwer benar-benar siap. Pembangunan fisik pasarnya memang sudah selesai, tapi kondisi jalan di sekitarnya masih banyak perlu pembenahan. Demikian juga sistem drainasenya, mengingat posisi basement berada dibawah permukaan air rata-rata dan mengingat alun-alun merupakan daerah resapan air yang sangat optimal, maka diperlukan satu antisipasi sistem drainase yang baik.
Diluar itu, Pemkot juga harus berfikir terkait jalur angkutan umum yang melewati Klewer baik bus maupun feeder (angkot) agar akses masyarakat dari dan ke Kelwer, mudah dan terjangkau. Satu lagi yang sangat penting, Pemkot harus memastikan semua hidran dan alat pemadam api darurat siap di sekitar Klewer dan dapat digunakan kapanpun. Jangan sampai terjadi lagi seperti saat klewer terbakar, semua hidrant mati dan alat pemadamnya juga tidak fungsional.
Kelima, Pemkot harus dapat memastikan para pedagang bermobil yang melakukan aktifitas transaksi jual beli di tempat parkir dan sekitar Klewer tidak ada lagi. Keberadaan mereka dinilai sangat merugikan pedagang yang ada di dalam pasar klewer. Potensi kerugiannya bahkan sangat fantastis. Dalam audiensi HPPK ke DPRD beberapa waktu lalu, dipaparkan bahwa paling tidak pedagang bermobil ini beroperasi sepekan dua kali. Jumlah mereka bisa mencapai 250 mobil, dimana setiap mobil berisi rata-rata 5 orang pedagang.
Berdasarkan observasi, dalam kondisi sepi para pedagang ini bisa meraup omset penjualan kisaran Rp4 juta. Dan pada kondisi ramai, bisa mencapai Rp15-20 juta per pedagang. Jika diambil rata-rata Rp5 juta per pedagang dikalikan 2 kali sepekan dan dikali 4 pekan dalam jumlah 250 mobil dimana setiap mobil berisi 5 pedagang, maka akan muncul angka Rp 50 miliar. Hal tersebut adalah angka minimal yang semestinya masuk ke pedagang klewer di setiap bulannya. Data angka ini ternyata juga identik dengan paparan Pemkot saat rapat kerja dengan Komisi III DPRD.
Jika kondisi seperti ini tetap dibiarkan tanpa ada tindakan sistemik, maka kehancuran klewer hanya tinggal menunggu waktu. Megah dan modern fisik pasarnya, tapi rapuh dan redup pedagang didalamnya.
Kelima poin diatas menurut hemat saya harus benar-benar diperhatikan oleh semua pihak yang berada di klewer, terutama Pemkot dan para pedagang. Semoga dengan disiapkannya hal-hal strategis diatas, peresmian Klewer benar-benar akan menjadi titik tolak kembalinyakumandange pasar klewer dan keberadaannya akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Kota Solo. Sehingga masyarakatnya makin wareg dan sejahtera, Insya Allah.
*Ditulis oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Solo, Sugeng Riyanto, S.S (Fraksi PKS DPRD Solo).
** Terbit di Kolom Opini Harian joglosemar, Kamis 6 April 2017
Previous
Next Post »