Memahami Kemacetan di Kota Solo

Kebijakan pemerintah Kota Surakarta menerapkan Sistem Satu Arah (SSA) di beberapa ruas jalan kota, telah memantik reaksi yang cukup keras dari masyarakat. Masyarakat menilai banyak sekali mudharatnya daripada manfaatnya. Tulisan ini sekedar memberikan satu perspektif yang agak menyeluruh, sehingga kita lebih bijak di dalam menilai pemerintah kota terutama dinas perhubungan (dishub) yang dengan susah payah menghasilkan kebijakan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) di Kota Solo ini.
Tulisan ini berangkat dari rapat kerja antara Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dimana saya menjadi bagian di dalamnya, bersama Dinas Perhubungan kota saat membicarakan rencana strategis (renstra) dinas perhubungan yang akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Pemerintah Kota(pemkot) Solo. Selama hampir 4 jam kami dari Komisi III DPRD Kota Solo memberikan masukan dan tangggapan serta diskusi terhadap renstra yang dipaparkan dishub. Panjang lebar berbagi persoalan diangkat, salah satunya yang paling hangat adalah terkait MRLL Kota Solo. Ada skeptisme yang kemudian saya pribadi dan juga teman teman di Komisi III khawatirkan. Skeptis dengan situasi dan kondisi sedemikian rupa itu, akan bisa dihasilkan MRLL yang solutif mengurai problem kemacetan Kota Solo
Skeptisme itu muncul karena adanya beberapa permasalahan dalam penataan MRLL Kota Solo dalam lima tahun mendatang. Ada kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya terjadi di dalam proses menghasilkan kebijakan MRLL. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama,Belum adanya mekanisme “mewajibkan” masyarakat untuk beralih ke moda transportasi umum. Salah satu cara efektif mengurai permasalahan kemacetan lalu lintas adalah beralihnya masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum sebagaimana di negara-negara maju. Bukannya hendak menggeneralisasi kondisi Solo dengan Kota di Negara maju yang tentu saja banyak perbedaan. Akan tetapi, kita bisa belajar dari negara maju mengenai penataan lalu lintasnya sehingga moda transportasi umum menjadi suatu pilihan bahkan kebiasaan. Untuk mewajibkan masyarakat menggunakan transportasi umum tentu harus diawali dengan penataan sarana dan infrastruktur transportasi yang memadai. Baik peningkatan fasilitas moda transportasinya maupun penambahan jalur transportasi umum sehingga mampu menjangkau semua wilayah di Kota Solo. Dengan peningkatan sarana dan penambahan rute yang leih luas, mewajibkan masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum akan lebih efektif dan maksimal.  
Kedua,Belum adanya regulasi dari pemerintah pusat terkait pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor, atau pembatasan umur kendaraan bermotor. Hanya cukup dengan uang sejumlah Rp. 500.000 masyarakat saat ini sudah bisa membawa pulang sepeda motor baru dari dealer yang dikehendaki. Cukup dengan 5 juta sudah bisa membawa pulang mobil baru dari penyedia leasing mobil. Ada kecenderungan yang terus meningkat tiap tahunnya, terkait pertumbuhan kendaraan bermotor. Hal ini masih diperparah dengan tidak adanya regulasi batas usia kendaraan bermotor atau minimal memberikan proporsi pajak yang lebih tinggi kepada kendaraan berusia tua misal diatas 10 tahun dikenakan pajak dua kali lipat.
Ketiga, Belum adanya sinergi antar daerah khususnya dalam jejaring subosukowonosraten atau Solo Raya dalam penataan lalu lintas. Data dari dinas perhubungan, dari 2 juta lebih kendaraan yang beredar dan melewati wilayah Kota Solo tiap harinya, 1,5 juta diantaranya adalah kendaraan dari luar kota. Kita juga faham bahwa sangat banyak warga dari eks Karesidenan Surakarta yang bekerja di Kota Solo. Kendala ini sebenarnya bisa diatasi manakala sinergi antar daerah terwujud. Apalagi kepala daerah di daerah Solo Raya ini mayoritas berangkat dari latar belakang partai politik yang sama. Sehingga mengatasi permasalahan lalu lintas secara sinergis adalah suatu keniscayaan.
Keempat, belum sinkronnya MRLL dalam renstra RPJMD dengan Peraturan Daerah (perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebagai satu contoh, di Perda No 1 Tahun 2012 tentang RTRW mengamanahkan pemkot untuk mengadakan titik parkir di empat titik masuk Kota Kolo yang berlokasi di pinggiran kota. Sektor barat di Kecamatan Laweyan, sektor selatan di area Kecamatan Serengan, sektor timur dan utara di area Kecamatan Jebres. Penentuan titik ini agar juga bersinergi dengan manajemen transportasi umum. Semangat yang diangkat dalam perda ini saya kira adalah agar kendaraan wisata yang akan masuk ke Kota Solo, diwajibkan dan di kondisikan untuk parkir tidak di dalam kota, dan tidak di area tujuan destinasi wisatanya.Akan tetapi, diparkir di pinggir kota, untuk selanjutnya angkutan umum disiapkan mengangkut para wisatawan itu menuju lokasi tujuan. Namun, yang terjadi dan akan menjadi kebijakan, sesuai renstra yang dipaparkan dishub di komisi III DPRD Kota Solo justru akan membangun beberapa titik parkir di dalam kota. Misalnya, rencana untuk membangun tempat parkir di atas Kali Pepe, Kompleks Pasar Gedhe, gedung parkir di Kota Barat, dan juga gedung parkir di area Sriwedari. Hal ini menunjukkan belum adanya sinkronisasi regulasi dengan operasional di lapangan. Amanah Perda No 1 Tahun 2012 untuk kurun lima tahun mendatang belum menemukan realisasinya, terutama dalm hal MRLL Kota Solo, lebih spesifik dalam penentuan titik parkir.
Situasi seperti inilah yang dihadapi Dishub Kota Solo, yang membuat dishub seakan kesulitan memformulasikan kebijakan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) Kota Solo. Dengan situasi seperti ini, maka sebagus apapun konsepnya, tetaplah itu parsial dan tidak menyentuh akar permasalahan kemacetan kota. Lima tahun kedepan, jika tidak ada langkah-langkah mendasar yang diambil oleh pemerintah pusat dan juga propinsi, maka kita masyarakat Solo bisa dipastikan akan terus dihadapkan pada problem kemacetan kota yang bukan makin terurai, tetapi makin semrawut. Maka, mari bersama kita bantu pemerintah, minimal dengan menjadi pengguna jalan yang bijak dan tertib, bijak memilih kendaraan yang akan kita pakai, dan tertib dijalan saat berkendara, dengan mematuhi rambu lalu lintas. Semoga dengan ini bisa sedikit membantu mengurangi kesemrawutan lalu lintas Kota Solo ke depan.
Oleh Sugeng Riyanto, SS*
*Wakil Ketua Komisi III / Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Surakarta
Previous
Next Post »