Rembug Kutha Sala: DPRD Dorong Kemandirian Fiskal Surakarta Pascapemotongan Dana Transfer Pusat

 


Solo — Pemerintah Kota Surakarta dihadapkan pada tantangan baru dalam pengelolaan keuangan daerah tahun 2026, menyusul adanya pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp217 miliar. Isu ini menjadi sorotan dalam acara Rembug Kutha Sala bertajuk “Pelayanan Publik Pemkot Surakarta 2026 Pascapemotongan Dana Transfer Daerah” yang disiarkan langsung di TATV, Senin (13/10) malam.

Anggota Komisi I DPRD Kota Surakarta dari Fraksi PKS, Muhamad Nafi’ Asrori, mengibaratkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) seperti pendapatan dan belanja rumah tangga. Menurutnya, pengelolaan APBD harus menyesuaikan kemampuan keuangan yang ada dengan mengutamakan kebutuhan pokok masyarakat.

“Kita mengedukasi masyarakat dengan bahasa yang sederhana. Kalau di APBD ada pajak, retribusi, dan transfer dari pemerintah pusat, di rumah tangga juga ada gaji ayah, gaji ibu, atau kiriman orang tua. Ketika ada pengurangan pendapatan, maka belanja juga harus disesuaikan,” ujar Nafi’.

Ia menambahkan, pemerintah kota perlu melakukan efisiensi pada program-program yang tidak berdampak langsung pada masyarakat.

“Kalau sebelumnya bisa piknik seminggu sekali, maka sekarang fokus dulu pada kebutuhan dasar seperti beras, susu, biaya sekolah anak, atau popok,” tambahnya.

Dorongan Kemandirian Fiskal Daerah

Menurut Nafi’, langkah efisiensi pemerintah pusat sebenarnya mendorong setiap daerah untuk memperkuat kemandirian fiskal, agar tidak terlalu bergantung pada dana transfer. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya menjaga semangat otonomi daerah dan desentralisasi.

“Dana transfer daerah itu bagian dari semangat otonomi daerah. Jangan sampai semua ditarik ke pusat, karena itu justru bertentangan dengan semangat reformasi yang menuntut desentralisasi,” tegasnya.

Untuk memperkuat kemandirian keuangan daerah, Nafi’ menyarankan dua langkah strategis:

Peningkatan kinerja BUMD agar mampu memberikan dividen lebih besar kepada pemerintah daerah.

Optimalisasi pajak dan retribusi daerah, khususnya dari sektor pariwisata yang dinilai masih memiliki potensi besar.

“Kita tidak menaikkan PBB, tapi retribusi di sektor pariwisata bisa ditingkatkan secara proporsional. Indeks wisata Solo masih kalah dari Yogyakarta, ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ungkapnya.Dampak Program Nasional terhadap Daerah

Menjawab pertanyaan tentang penyebab pemotongan dana transfer, Nafi’ menjelaskan bahwa kebijakan tersebut terkait dengan prioritas pembiayaan sejumlah program besar pemerintahan Presiden Prabowo–Gibran, terutama program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan alokasi anggaran sangat besar.

“Program MBG tahun 2025 saja sudah mencapai Rp71 triliun, dan tahun 2026 meningkat menjadi Rp335 triliun. Jadi memang ada penyesuaian dana transfer ke daerah,” jelasnya.

Meski begitu, Nafi’ berharap program tersebut tetap memberi efek positif bagi perekonomian daerah.

“Kita harapkan ada dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat di daerah. Misalnya MBG bisa menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi karena membutuhkan bahan pangan dari daerah,” pungkasnya.

Previous
Next Post »