Solo - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Toleransi Bermasyarakat DPRD Kota Surakarta menggelar public hearing, Senin siang (17/11), di Graha Paripurna DPRD. Agenda ini dihadiri berbagai unsur masyarakat, mulai dari tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, akademisi hingga perwakilan komunitas, yang hadir untuk memberikan masukan terhadap penyusunan regulasi tentang toleransi di Kota Surakarta.
Ketua Pansus, Salim menjelaskan bahwa pembahasan awal difokuskan pada ketentuan umum dalam Raperda, khususnya terkait definisi toleransi yang dinilai perlu diperjelas.
“Yang pertama terkait ketentuan umum, pasal 1 ayat 4, makna dari toleransi tadinya ‘sikap untuk menerima’, itu kemudian kita akan mencoret dan mengganti menjadi ‘sikap untuk menghormati’,” ujar Salim di hadapan peserta public hearing.
Ia menegaskan bahwa perubahan frasa tersebut memiliki makna penting dalam konteks kehidupan sosial masyarakat di Kota Bengawan.
“Artinya kalau menerima itu seolah kita tunduk begitu saja pada perbedaan-perbedaan yang ada. Tapi kalau menghormati, itu menunjukkan sikap aktif untuk tetap menghargai perbedaan agama, suku, ras, maupun golongan. Kita menghormati, bukan sekadar menerima,” jelasnya.
Selain definisi toleransi, Pansus juga menyoroti kekurangan dalam struktur Raperda yang masih memerlukan penambahan substansi penting. Salim menyebut bahwa dalam draf yang ada, sejumlah elemen fundamental seperti asas, maksud, tujuan, dan ruang lingkup belum tertuang secara jelas.
“Dari struktur perda tadi kita masih belum ada asas, maksud, tujuan dan ruang lingkup. Nanti kemungkinan di rapat pansus berikutnya akan kita masukkan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penataan kembali struktur regulasi ini menjadi krusial agar implementasi perda nantinya memiliki landasan yang kuat serta mudah dipahami oleh masyarakat.
Sebagai agenda public hearing, forum ini menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk menyampaikan pandangan dan kritik terkait Raperda. Salim memastikan bahwa seluruh masukan akan dipertimbangkan secara serius.
“Bagaimana tindak lanjutnya? Kemungkinan akan kita masukkan beberapa masukan dari warga, karena ini temanya public hearing. Warga memberikan masukan supaya masyarakat tahu persis apa yang mereka inginkan dari bawah, dari grassroots, bisa masuk di dalam perda,” paparnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa seluruh hasil diskusi akan diolah dan dirangkum menjadi bahan penyempurnaan Raperda.
“Hasil public hearing ini, yang pertama adalah masukan-masukan dari warga tersebut kita akomodir. Kita akomodir maunya warga apa sih terkait toleransi,” kata Politisi PKS tersebut.
Isu Festival Non-Halal dan Perizinan Sensitif Turut Disorot
Dalam sesi dialog, beberapa peserta public hearing menyoroti isu terkait festival non-halal yang sebelumnya sempat menjadi polemik di masyarakat. Masukan tersebut langsung mendapat tanggapan dari Pansus.
“Tadi disinggung banyak terkait festival non halal. Menariknya, mungkin ke depan bisa ada pencegahan terkait izin-izin kegiatan yang bersinggungan dengan isu-isu agama atau syariat karena itu sensitif sekali,” ujar Salim.
Menurutnya, perlu ada evaluasi lebih lanjut terhadap mekanisme perizinan acara atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan gejolak intoleransi.
“Ini mungkin masukan juga bagi Pemkot. Untuk perizinan-perizinan yang sensitif mungkin bisa dikaji ulang,” tambahnya.
Di akhir sesi, Salim menyampaikan harapan agar Pemerintah Kota Surakarta lebih berhati-hati dalam menerbitkan izin untuk kegiatan yang berkaitan dengan isu sensitif. Ia menegaskan bahwa pengalaman sebelumnya harus menjadi pembelajaran.
“Harapannya, Pemkot untuk tidak memberikan izin apapun yang berpotensi memicu gesekan. Belajar dari pengalaman kemarin, ini bentuk pencegahan terjadinya intoleransi di kemudian hari,” tegasnya.


0 comments:
Post a Comment