Pornografi dan Hedonisme Merusak Film

PKS Kota Solo - Unsur pornografi dan budaya hedon masih menjadi momok di tengah kebangkitan perfilman nasional. Komisi X DPR RI mendesak lembaga sensor film untuk lebih optimal dalam menjalankan fungsinya.
Film dianggap bisa menjadi sarana diplomasi pemerintah di bidang kebudayaan. Untuk itu, kalangan legislatif di Senayan mendorong para sineas untuk memproduksi sebanyak mungkin film lokal. Namun dengan catatan, film yang dihasilkan harus memunculkan karakter positif bangsa Indonesia. Yakni, yang menjunjung budaya tinggi, sopan, dan berpendidikan.


Di sisi lain, peran pemerintah juga sangat penting, terutama dalam menguatkan fungsi lembaga sensor film sebagai benteng terakhir pengawas dan pemilik hak potong dalam film.

“Lembaga sensor didanai APBN. Kami berharap mereka mampu menjaga marwah film nasional agar dicintai rakyatnya sekaligus mendidik masyarakat menjaga nilai-nilai budaya lokal,” kata anggota Komisi X DPR RI Abdul Kharis Almasyhari kepada Jawa Pos Radar Solo Minggu (31/1).
Kharis yang juga menjabat ketua panitia kerja (panja) perfilman ini tak ingin masyarakat dicekoki dengan film yang mengeksploitasi pornografi. Selain itu, masuknya budaya hedon dalam film juga menjadi tantangan tersendiri bagi sineas. Mereka diminta lebih mengangkat tema kesederhanaan.
“Kondisi film Indonesia saat ini lagi rebound, bangkit. Tapi kami berharap bangkitnya ini mendapat arahan yang baik dan benar. Jangan menjadi asal memberikan suguhan tanpa memperhatikan etika dan estetika,” papar dia.
Beberapa waktu lalu Komisi X mengunjungi beberapa rumah produksi film di Jakarta untuk menyosialisasikan program pengangkatan kembali film nasional. Selain itu, ajang tersebut juga digunakan sebagai wahana menampung aspirasi seniman film. “Saya kira masyarakat yang menginginkan film yang baik masih jauh lebih banyak dibandingkan masyarakat yang tidak ingin baik,” kata Kharis.
Ia pun berharap film lokal dapat tampil di ajang Internasional. Beberapa film sudah membuktikan, meski dalam kelas festifal. Namun dengan momentum tersebut bisa menjadi bukti bahwa sebenarnya Indonesia cukup berprestasi dalam hal perfilman. “Kalau bisa diputar di luar, itu bisa jadi sarana diplomasi budaya. Kita jangan hanya diterpa budaya Korea, tapi juga dapat memasukkan budaya Indonesia ke luar negeri,” kata Kharis.
Senada, Wakil Ketua DPRD Solo Abdul Ghofar Ismail menyambut baik hadirnya beberapa film Indonesia yang kini gencar diputar di bioskop. Ia berharap masyarakat mendapat tontonan yang membangun karakter baik. “Masyarakat memerlukan tontonan alternatif. Jika ada film yang baik, ajak masyarakat yang lain untuk mendukung,” ungkap dia. (AR)
Sumber : Radar Solo
Previous
Next Post »